Tadi sore liat-liat blog orang trus ga sengaja nemu salah satu blog yang ngebahas soal kekerasan dalam rumah tangga yang beken dikenal sebagai KDRT. Waktu baca, gue sampe takjub. Kog bisa yah ada orang (baca: perempuan) yang bisa menahan diri dan menerima perlakuan seperti itu. Gue bener-bener ga habis pikir.
Ceritanya ada beberapa. Pertama, cerita tentang pemilik blog yang kini sudah bercerai dari suaminya, yang menurut gue sinting, kita sebut aja dengan panggilan ibu Anita. Ibu Anita ini tipe yang diam dan pasrah. Jadi, ketika suaminya mulai bertindak tidak wajar, dia lebih banyak diam dan menerima dengan pasrah. Tindakan tidak wajar: selingkuh, ketika diminta untuk mengakhiri malah memukul dan menyiksa sampai koma.
Beberapa tahun kemudian, setelah benar-benar merasa tidak sanggup karena menerima kekerasan yang sama berulang-ulang, akhirnya Ibu Anita memutuskan untuk meminta cerai. Saat ini, ia sedang menata kembali hidupnya, keluar dari trauma masa lalu dengan cara mengeluarkan dan membagi pengalaman kelamnya dengan masyarakat luas melalui dunia maya. Ia merasa lebih bahagia.
Cerita kedua, datang dari komentar yang dikirimkan ibu yang mampir ke blog ibu Anita, kita sebut saja sebagai Ibu Sri. Kejadian yang dialami lebih gila lagi. Sejak menikah, kurang lebih 19 tahun lalu sudah mengalami KDRT berulangkali.
Kekerasan yang diceritakan: awalnya suami seringkali memukul dan menyiksa secara fisik, namun sejak terjadi lepas kontrol hingga ada kejadian berdarah, akhirnya si suami menggunakan kekerasan psikis. Memaki, memarahi, mengancam, dll menjadi opsi baru. Sampai saat ini ibu Sri masih menikahi suaminya walau meski sudah tak ada lagi rasa cinta dengan alasan "demi anak-anak".
Ketiga, kisah nyata dari orang yang ibu Anita kenal, ketika membalas komentar dari Ibu Sri. Ceritanya si Ibu Reni yang setelah berulangkali mengalami KDRT akhirnya memutuskan bercerai. Selain disiksa secara fisik, si suami juga mempunyai wanita idaman lain alias WIL.
Setelah bercerai, dengan susah payah dan penuh kerja keras, Ibu Reni membesarkan kedua anaknya dan menyekolahkan mereka sampai "jadi orang". Si Ibu benar-benar hanya fokus kepada anak. Tak ada pernikahan ke-2. Kini, Ibu Reni dan anak-anaknya hidup bahagia bersama.
Empat. Temannya teman, baru menikah ga lama, masih pasangan muda, sebut aja Mba Bella. Ternyata KDRT tidak memandang usia, Bella mengalami KDRT. Suaminya ringan tangan ketika marah. Meski setelahnya si suami menyesali dan meminta maaf, tapi tetap aja!!
Waktu gue cerita ke temen apa yang gue baca, dia cuma bilang "sakit tuh orang". Jawaban yang singkat, padat dan mengena. Si suami sakit karena memperlakukan isterinya seperti itu dan si isteri sakit karena bisa-bisanya bertahan dalam kondisi dan situasi yang ga banget!! Amit-amit!!!
Semua informasi dan cerita belum selesai diproses. Akal sehat gue masih belum bisa menerima.
Belum selesai pikiran gue bermain dengan topik dan cerita di atas. Permainan pikiran gue terhenti karena harus pergi dan bertemu dengan teman kampus yang lagi balik Jakarta.
Malamnya, topik KDRT muncul lagi. Setelah sinetron-sinetron selesai, tiba-tiba ada tayangan "reality show" yang membahas isu rumah tangga. Terlepas dari apakah ini karangan atau bukan, menurut gue cerita terakhir ini adalah yang paling gila. Isteri diminta untuk "melobi" klien agar menang tender. Melobi itu memberi servis kepada klien, di restoran, tempat karaoke, sampai kamar hotel. Jika tidak berhasil, si istri akan menerima ganjaran fisik. Ketika si isteri sudah merasa tidak sanggup, si suami marah. Fisik jadi korban. Tambahannya, ancaman bahwa si anak perempuan akan menggantikan peran si isteri jika si isteri benar-benar mau berhanti. Oh My!!
Yang hebatnya lagi, si suami tidak merasa ada yang salah dengan kelakukan dan permintaannya terhadap si isteri. Suami hanya memaksimalkan
background si isteri di bidang
public relation untuk membantu perusahaan suami yang tengah mengalami guncangan.
Si isteri wajib mendengarkan permintaan suami sebagai bentuk pengabdian. Wow!! Jadi, isteri wajib menemani, menyenangkan dan melayani klien suami. Isteri tidak pulang karena melobi klien, tidak dicari dan tidak dipermasalahkan. Isteri tidak mau lagi melakukan proses melobi, dipermasalahkan dan diberi ganjaran fisik.
Gue pikir, ga mungkin suami ga tau apa saja yang akan dilakukan klien terhadap isteri jika proses melobi dilakukan di tempat karaoke dan kamar hotel. Masih manusia ga seh suami kaya gitu??!!! Udah tau tapi diam aja. Udah tau malah masih memaksa.
Apa seh sebenarnya ada dalam pikiran para perempuan yang mengalami KDRT tapi hanya diam saja? Cinta? Plis deh!! Kalo kita mencintai seseorang pasti ga pengen orang itu tersakiti. Kalo kita cinta sama orang, apa kita tega main tangan? Enggak kan! Nah, kalo memang cinta, apa dia akan tega main tangan? Kalo emang dia cinta, apa rela liat kita disakiti?? Logika sederhana!!!
Malu sama lingkungan kalo jadi janda? BASI. Udah ga jaman perduli apa kata orang. Well, mungkin ekstrim kalo kita bilang hidup tanpa memikirkan pandangan dan penilaian orang. Tapi, apakah hal tersebut lebih berharga dibanding diri kita sendiri? Gue rasa, semua orang adalah penting dan berharga. Boleh aja mempertimbangkan pandangan orang lain, apalagi kita hidup di Indonesia, tapi ga sampai mengorbankan diri sendiri kan!
Takut anak-anak menderita? Hey! Mandiri lah! Singsingkan lengan baju. Kerja! Yang penting halal. Seribu jalan menuju Roma. Ga mungkin pencipta membiarkan dan tak menghargai usaha dan kerja keras umatnya. Contohnya adalah kisah ibu Reni.
Amit-amit! Tapi jika sampai ada yang mengalami, hubungi aja lembaga-lembaga sosial yang siap membantu seperti
Komnas Perempuan. Kalo perlu langsung datang aja ke kantor polisi terdekat!
Hoamm.. ngantuk!
Sekian luapan kekesalan gue. Semoga bermanfaat.
-Ling-