Pertama kali mendengar penjelasan kata Cio Tao dari si Kamu, yang terlintas dalam pikiran "ribet". Ngebayanginnya aja udah berasa ribet, gimana mau ngejalaninnya..
Hari berganti minggu. Minggu terusir bulan. Sampai bulan hampir didepak tahun, si Kamu tetap kokoh pada pendiriannya. Alasan utama, ada niat yang sempat terucap di depan almarhum sang Mama, bahwa jika suatu saat dia menikah akan diusahakan melakukan upacara Cio Tao.
Mendapat alasan yang (menurut gue) cukup kuat, maka negosiasi pun dilakukan. Kesepakatannya, kami akan mengadakan upacara Cio Tao, tapi tidak secara keseluruhan dan akan diselenggarakan setelah tanggal yang ditentukan. Bagian utama yang diambil adalah "sembayang pada mama si Kamu".
Semua persiapan Cio Tao akan diurus oleh si Kamu. Kali ini gue hanya terima bersih dan menerima update aja. Eits, ga ada alasan negatif disini, semua hanya karena dia yang lebih mengetahui atau minimal mempunyai akses ke narasumber yang mengetahui seluk-beluk per-Cio Tao-an.
Tiga hari setelah hari H, kami pun berangkat ke Parung Panjang untuk menyelenggarakan upacara Cio Tao. Bekal yang gue bawa adalah, ketidaktahuan mutlak. Tadinya sempat menebak-nebak. Ternyata sama sekali tak sama seperti yang gue kira. Jadi yah sekalian aja gue biarkan kondisi otak kosong dan baru akan diisi sambil menjalaninya langsung.
Berikut kronologis singkat upacara Cio Tao kami yang ala kadarnya:
Begitu sampai, gue langsung ngadem, dan mulai dirias oleh penata rias yang juga merangkap sebagai pemimpin upacara Cio Tao. Lalu disuruh mengganti baju dengan sejenis kemeja putih yang dibuat khusus untuk gue, tapi ga boleh diukur. Jahitnya juga hanya boleh pada tanggal 1 atau 15 Imlek.
Dengan riasan setengah jadi, hanya rias wajah dengan rambut masih tergerai, gue ditinggal sang perias mempersiapkan pihak lelaki dan meja altar untuk keperluan acara selanjutnya. Cukup lama juga, gue sampai sempat terlelap soale :P
Ketika gue dibangunin, ternyata yang cowo uda selesai ritual pertama dan sudah "disembunyikan". Gue dituntun ke ruang tengah oleh adik. Lalu sang adik, menyisirkan rambut sesuai instruksi, si penata rias.
Proses merias dilanjutkan ditengah-tengah ruangan. Hemm, lebih kepada proses mengenakan aksesoris dan pakaian adat aja seh. Kali ini dilakukan oleh si Penata Rias dan Mama.
Ada beberapa kegiatan lain yang menyusul. Semua berlangsung cukup cepat, jadinya udah lupa-lupa ^^ Yang paling mencolok adalah ada acara anggota keluarga yang hadir memberikan uang pelita. Aturan khususnya, uang yang diberikan harus sepasang (dua lembar) dalam jumlah yang sama. Setelah semua memberi, uang tersebut dirapikan oleh sang mama lalu diberikan kepada gue. Oh yah, uang yang didapat tidak diambil semua, harus disisakan satu pasang.
Biasanya kan kita mengenal adanya Teh Pai, di Cio Tao, sebelum Teh Pai ada acara Ciu Pai *istilah karangan sendiri :P Di sini, mempelai perempuan menyajikan Ciu atau arak kepada anggota keluarga yang lebih tua. Setelah para sesepuh meminumnya, Ciu disuapkan kepada mempelai. Teh Pai dilakukan setelah Ciu Pai selesai. Tapi gue ga melakukan Teh Pai karena sudah waktu hari H.
Tak (mungkin) ketinggalan sesi sembayang dan minta restu para leluhur.
Acara terakhir, makan keluarga. Begitu liat jam, keseluruhan acara beres semua dalam waktu 2 jam-an. Itu adalah versi singkat. Kalo menjalankan semuanya seh, bisa-bisa abis acara nyari tukang urut leher! Tadinya mau foto-foto lebih banyak lagi aja ga jadi karena udah keburu pegel :P
Ternyata seru juga bikin acara adat begini. Foto-foto Pengalaman sekali seumur hidup ^^
-Ling-
Hari berganti minggu. Minggu terusir bulan. Sampai bulan hampir didepak tahun, si Kamu tetap kokoh pada pendiriannya. Alasan utama, ada niat yang sempat terucap di depan almarhum sang Mama, bahwa jika suatu saat dia menikah akan diusahakan melakukan upacara Cio Tao.
Mendapat alasan yang (menurut gue) cukup kuat, maka negosiasi pun dilakukan. Kesepakatannya, kami akan mengadakan upacara Cio Tao, tapi tidak secara keseluruhan dan akan diselenggarakan setelah tanggal yang ditentukan. Bagian utama yang diambil adalah "sembayang pada mama si Kamu".
Semua persiapan Cio Tao akan diurus oleh si Kamu. Kali ini gue hanya terima bersih dan menerima update aja. Eits, ga ada alasan negatif disini, semua hanya karena dia yang lebih mengetahui atau minimal mempunyai akses ke narasumber yang mengetahui seluk-beluk per-Cio Tao-an.
Tiga hari setelah hari H, kami pun berangkat ke Parung Panjang untuk menyelenggarakan upacara Cio Tao. Bekal yang gue bawa adalah, ketidaktahuan mutlak. Tadinya sempat menebak-nebak. Ternyata sama sekali tak sama seperti yang gue kira. Jadi yah sekalian aja gue biarkan kondisi otak kosong dan baru akan diisi sambil menjalaninya langsung.
Berikut kronologis singkat upacara Cio Tao kami yang ala kadarnya:
Begitu sampai, gue langsung ngadem, dan mulai dirias oleh penata rias yang juga merangkap sebagai pemimpin upacara Cio Tao. Lalu disuruh mengganti baju dengan sejenis kemeja putih yang dibuat khusus untuk gue, tapi ga boleh diukur. Jahitnya juga hanya boleh pada tanggal 1 atau 15 Imlek.
Dengan riasan setengah jadi, hanya rias wajah dengan rambut masih tergerai, gue ditinggal sang perias mempersiapkan pihak lelaki dan meja altar untuk keperluan acara selanjutnya. Cukup lama juga, gue sampai sempat terlelap soale :P
Ketika gue dibangunin, ternyata yang cowo uda selesai ritual pertama dan sudah "disembunyikan". Gue dituntun ke ruang tengah oleh adik. Lalu sang adik, menyisirkan rambut sesuai instruksi, si penata rias.
Proses merias dilanjutkan ditengah-tengah ruangan. Hemm, lebih kepada proses mengenakan aksesoris dan pakaian adat aja seh. Kali ini dilakukan oleh si Penata Rias dan Mama.
Ada beberapa kegiatan lain yang menyusul. Semua berlangsung cukup cepat, jadinya udah lupa-lupa ^^ Yang paling mencolok adalah ada acara anggota keluarga yang hadir memberikan uang pelita. Aturan khususnya, uang yang diberikan harus sepasang (dua lembar) dalam jumlah yang sama. Setelah semua memberi, uang tersebut dirapikan oleh sang mama lalu diberikan kepada gue. Oh yah, uang yang didapat tidak diambil semua, harus disisakan satu pasang.
Biasanya kan kita mengenal adanya Teh Pai, di Cio Tao, sebelum Teh Pai ada acara Ciu Pai *istilah karangan sendiri :P Di sini, mempelai perempuan menyajikan Ciu atau arak kepada anggota keluarga yang lebih tua. Setelah para sesepuh meminumnya, Ciu disuapkan kepada mempelai. Teh Pai dilakukan setelah Ciu Pai selesai. Tapi gue ga melakukan Teh Pai karena sudah waktu hari H.
Setelah itu, ada pemasangan tutup kepala yang dilakukan oleh orangtua dan/atau wali.
Baru kemudian dipertemukan dengan penganten lelaki yang datang menjemput.
Rangkaian acara setelah kedua mempelai bertemu juga cukup beragam. Ada buku tudung, copotin kembang dan saling suap makanan.
Tak (mungkin) ketinggalan sesi sembayang dan minta restu para leluhur.
Acara terakhir, makan keluarga. Begitu liat jam, keseluruhan acara beres semua dalam waktu 2 jam-an. Itu adalah versi singkat. Kalo menjalankan semuanya seh, bisa-bisa abis acara nyari tukang urut leher! Tadinya mau foto-foto lebih banyak lagi aja ga jadi karena udah keburu pegel :P
Ternyata seru juga bikin acara adat begini.
-Ling-