Kemaren itu, untuk pertama kalinya menuju Bali melalui jalan darat. Menyeberangi selat Sunda dan tiba di Gilimanuk. Berangkat dari Malang sekitar jam enam sore, tiba di terminal Ubung, Bali sekitar jam lima pagi. Bus Gunung Harta yang kami tumpangi sangat nyaman! Susunan kursi 2-2 dengan ruang kaki super lega dan bisa diatur, membuat perjalanan panjang tidak terasa.
Bus hari itu bisa dikatakan sedikit lebih terlambat dari biasanya. Tak lama meninggalkan kota Malang, kami melewati kemacetan yang cukup parah. Ada kecelakaan jika tak salah. Tapi lumayan, jadinya hari sudah terang ketika tiba di Denpasar.
Terminal Ubung sedikit mengejutkan kami. Citra Bali sebagai kota ramah turis sedikit tergores karena begitu banyak yang menawarkaan taksi dengan nada yang "tidak biasa". Ada selintingan terdengar "sombongnya" dan "dijemput om-nya", ketika kami melewati barisan supir taksi yang menawarkan jasa.
Sebelumnya memang sudah sempat juga membaca cerita Terminal Ubung yang katanya agak-agak. Bahkan ada cerita ketika musim pulang kampung, ada yang dipaksa menaiki bus meski beda jurusan atau tidak sampai tujuan. Tapi masih tidak langsung percaya. Jadi sempat kaget juga ketika mengalami sendiri suasana di terminal. Apalagi pagi-pagi, antara baru bangun dan masih bingung.
Saudara yang menjemput tiba beberapa menit kemudian. Ketika menunggu, sempat memperhatikan para supir taksi yang akan langsung mendatangi para penumpang yang baru akan turun dari bus. Jarang yang menggunakan jasa taksi. Entah ada yang menjemput atau akan berjalan keluar terminal.
Ternyata memang tak semua kendaraan pribadi bisa masuk ke dalam terminal. Si Saudara ini kebetulan kerjaannya keluar-masuk terminal untuk mengambil paket, jadi kendaraannya sudah "aman". Jadi, untuk menghindari taksi terminal yang notabene akan mengenakan harga tinggi, langsung saja jalan keluar dan cari taksi atau kendaraan lainnya di jalan. Tapi jika tidak keberatan dengan harga, maka tak masalah untuk menggunakan jasa taksi terminal.
-Ling-